“jujur” awal yang sederhana Menyingkap Tabir Rahasia Semesta

Bila Dunia telah disempitkan orang lain, maka bangunlah alam semesta di dalam dada -Bung Hatta-

Segala hal yang telah kita pelajari di era Industri ini cenderung telah menciptakan kerumitan semakin parah. Saya pikir semakin banyak orang menyadari bahwa kita harus menjadi lebih sederhana, bukan menjadi lebih rumit. Kesederhanaan adalah kecanggihan terhebat, -John Sculley-

Memandang alam semesta yang begitu luas, menimbulkan berbagai decak kagum yang luar biasa. Persepsi pun muncul dengan beragam argumentasinya. Rasulullah saw, tersungkur dalam sujud dengan linangan air mata penuhi rasa takjub tatkala mendengar ayat penciptaan semesta, “Sesunggunya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal” (QS. Ali Imran [3]:190). Sampai-sampai rasul pun bersabda, “celakalah orang yang membaca ayat ini hanya semata membaca, dengan tidak memperhatikan kandungan didalamnya.” seperti yang dikisahkan dalam tafsir ibnu katsir. Subhanallah. Berbeda dengan Steven W. Hawking, maga guru matematika dan fisika teori Cambridge University London dalam mengungkap rahasia semesta, mengatakan bahwa tujuan tertinggi intelektual manusia adalah agar dapat memahami pemikiran Tuhan. Sehingga beliau berhasil merumuskan berbagai teori tentang semesta seperti singularitas awal, penguapan black hole, metode integral setapak, teori ruang waktu tak berbatas tetapi berhingga bagi alam semesta dll, begitu luar biasa. Meski berakhir dengan kesimpulan yang sangat miris, dengan meragukan eksistensi sang pemikir itu sendiri. “Anda tidak usah membuktikan bagaimana lahirnya alam semesta sebagai suatu prakarsa pribadi Tuhan. Meskipun anda akan mempertanyakan mengapa alam semesta demikian seperti apa adanya”. waaaw…..

Tanpa menghilangkan kekokohan teori yang dihasilkannya, dan patut mendapat acungan 4 jempol atas teori-teorinya, namun kita bisa melihat dua konklusi yang berbeda yang menjadi catatan penting untuk kita renungkan kembali. Kalau saja kita renungkan pesan Rasulullah di atas, lalu secara jujur kita explora kembali rumusan teori-teori yang di gagas Hawking, alangkah lebih bijaksana.

Sejenak kita merasakan bisikan hati yang begitu halus, hempaskan mata menatap jauh gelombang lautan ketenangan yang tak terbatas, menyeret kaki melangkah dengan tegap kendalikan arah mencapai tujuan, kepalkan tangan satukan tekad menghadang segala rintangan, tundukan akal kalahkan segala kesombongan dan kecongkakan diri. Pantaskan bila kita mempertanyakan kembali seperti yang tercetus SW. Hawking , mengapa semesta yang terbentang luas tetap mengada seperti apa adanya seperti yang nampak kita lihat di pagi, siang hingga senja, lalu malam menutupnya dengan kelam? Kalau lah semesta itu tercipta dengan sendirinya tanpa sebab, tak ada tujuan di balik semuanya, lalu mengapa kita masih memanfaatkannya (menjadikan sebab) demi kepentingan hidup kita (akibat yang diharapkan)? Kalau lah semua itu bertujuan, pantaskan kita dikatakan sebagai manusia yang katanya masih di beri akal membiarkan alam ini di eksploitasi sesuka hati? Tak salah bila kita Jujur, bahwa semesta yang begitu luas itu sebenarnya tak seluas semesta yang ada pada diri kita sendiri. Seandainya menghadirkan cahaya cakrawala semesta itu penanda adanya kekuatan yang Kuasa, maka hadirnya kejujuran semesta diri atas semuanya menjadi penanda hadirnya yang kuasa dalam seluruh semesta aliran darah, nafas dan detak jantung kita.

Nilai kejujuran itulah yang kelak akan melahirkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan spiritual, berupa wawasan luas yang menyeluruh dan padu meliputi asal mula, eksistensi dan tujuan hidup. Mulai memahami keluasan semesta secara jujur dari diri menghantarkan semua hingga sampai pada sang misteri sesungguhnya. Memulai secara jujur itulah cara yang sederhana meski terkadang rumit memulainya.

***

Untuk memahami asal-usul alam semesta, perlu secara jujur untuk menilai dan mencermati tiga masalah: 1] Masalah melepaskan sebab dari akibat. 2] masalah keberadaan atau kelahiran sesuatu dari nihil, nol, tidak apa-apa, dari bukan apa-apa. 3] masalah mengenai kelahiran alam semesta dari suatu system yang lahir dari suatu system yang dilahirkan oleh suatu system, demikian seterusnya dari kelahiran tiada henti tanpa mempedulikan prinsip ketiadaan energy, zero energy system

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.